Oleh : Aprillyo Seddy Magadendra
Sumber : Katolikana.com
Kehidupan mahasiswa sering dipenuhi dengan berbagai dinamika emosional yang
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor akademik, tetapi juga sosial, psikologis,
dan lingkungan.
Mood atau suasana hati mahasiswa berperan penting dalam menentukan kualitas
pembelajaran, keterlibatan dalam aktivitas sosial, dan kesehatan mental jangka
panjang.
Dinamika emosi ini perlu dipahami secara lebih mendalam agar dapat ditangani
secara holistik oleh mahasiswa, institusi pendidikan, dan masyarakat luas.
1. Tekanan Akademik dan Fluktuasi Mood
Tugas yang menumpuk, tenggat waktu yang ketat, presentasi, dan ujian
merupakan pemicu utama fluktuasi mood mahasiswa. Tekanan untuk mendapatkan IPK
tinggi serta beasiswa membuat mahasiswa cenderung mengalami kecemasan berlebih.
Survei oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2022)
menyatakan bahwa 72% mahasiswa sering merasa cemas menjelang ujian.
Emosi negatif seperti stres, kelelahan, rasa bersalah, dan frustrasi sering
kali muncul. Mahasiswa yang tidak memiliki strategi manajemen stres cenderung
lebih rentan mengalami burnout akademik.
2. Relasi Interpersonal: Peran Dosen dan
Teman Sebaya
Relasi yang sehat dengan dosen dan teman dapat menjadi sumber dukungan
emosional.
Dosen yang terbuka dan komunikatif menciptakan ruang aman untuk belajar,
sementara teman sebaya yang suportif membantu mahasiswa berbagi beban
emosional.
Namun, konflik, intimidasi, atau persaingan tidak sehat dapat menyebabkan stres
kronis.
Penelitian oleh Simanjuntak & Ningsih (2020) menunjukkan
mahasiswa dengan hubungan sosial kuat memiliki tingkat kecemasan 30%
lebih rendah.
3. Ekspektasi Internal dan Tekanan
Keluarga
Tekanan tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri dan
keluarga.
Ekspektasi untuk menjadi “anak kebanggaan” membuat mahasiswa merasa harus
selalu sempurna. Kegagalan kecil pun bisa memicu perasaan tidak berguna.
Media sosial memperparah kondisi ini: pencapaian orang lain kerap menimbulkan
rasa tertinggal dan tidak cukup baik—menurunkan harga diri dan mood.
4. Kesehatan Mental: Stigma dan Hambatan
Akses
Kesadaran akan kesehatan mental masih rendah.
Banyak mahasiswa menganggap perubahan mood sebagai hal sepele dan memilih
menahan diri, padahal ini bisa jadi gejala awal depresi atau kecemasan.
Sayangnya, layanan konseling di kampus sering tidak dimanfaatkan maksimal
karena:
·
Rasa malu
·
Stigma negatif
·
Kekhawatiran rahasia tidak terjaga
· Minimnya sosialisasi layanan
5. Solusi dan Strategi Intervensi
Emosional
a. Individu
·
Literasi emosi dan kesadaran diri
·
Mindfulness dan self-reflection
·
Pola hidup sehat: tidur cukup, makan bergizi,
olahraga
·
Journaling (menulis emosi harian)
b. Sosial
·
Komunitas yang suportif
·
Kelompok diskusi terbuka
·
Mentoring oleh mahasiswa senior
c. Institusional
·
Konseling profesional yang mudah diakses
·
Edukasi mental health di mata kuliah umum
·
Budaya akademik inklusif, tidak hanya mengejar
prestasi
Mood mahasiswa bukan hanya urusan perasaan sesaat, tetapi mencerminkan
kualitas kesehatan mental dan kesejahteraan akademik mereka.
Pemahaman dan dukungan dari berbagai pihak penting agar mahasiswa tidak hanya
sukses secara akademik, tetapi juga seimbang secara emosional dan mental.
0 Komentar