1. Tekanan Akademik dan Fluktuasi Emosi
Beban akademik seperti tugas bertumpuk, tenggat waktu yang mepet, evaluasi rutin, serta tekanan capaian akademik seringkali menjadi penyebab utama perubahan mood mahasiswa. Emosi negatif seperti cemas, stres, lelah, dan putus asa menjadi fenomena umum terutama menjelang ujian atau saat tugas akhir menumpuk. Dalam survei yang dilakukan oleh lembaga konseling di salah satu universitas negeri, ditemukan bahwa 68% mahasiswa mengaku mengalami emotional fatigue akibat beban akademik, sementara 42% lainnya mengaku kehilangan motivasi belajar akibat perubahan mood yang drastis selama satu semester.
2. Faktor Relasional: Dosen, Teman, dan Dukungan Sosial
Relasi interpersonal, baik dengan dosen maupun teman sebaya, turut menjadi determinan suasana hati mahasiswa. Dosen yang suportif dan komunikatif terbukti mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat belajar. Sebaliknya, dosen yang otoriter dan tidak responsif terhadap kebutuhan mahasiswa justru memperburuk mood dan memperbesar rasa frustasi. Hubungan sosial antar mahasiswa juga memiliki pengaruh yang tidak kalah signifikan. Mahasiswa yang memiliki jaringan pertemanan yang sehat cenderung memiliki mood lebih stabil, sedangkan mereka yang mengalami isolasi sosial, konflik, atau tekanan kelompok cenderung lebih rentan terhadap gangguan suasana hati.
3. Tekanan Internal: Ekspektasi Diri dan Keluarga
Selain faktor eksternal, mood mahasiswa juga dipengaruhi oleh tekanan dari dalam diri. Mahasiswa seringkali membawa ekspektasi tinggi dari keluarga atau dirinya sendiri untuk berprestasi secara akademik dan sosial. Ketika kenyataan tidak sesuai harapan, hal ini dapat memicu perasaan bersalah, tidak berdaya, bahkan kehilangan arah. Fenomena ini diperparah oleh kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain baik secara langsung maupun lewat media sosial. Paparan terhadap pencapaian orang lain di dunia maya seringkali menimbulkan perasaan inferior, yang berujung pada penurunan mood dan kepercayaan diri.
4. Kesehatan Mental dan Kurangnya Akses Layanan
Sayangnya, kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan mental dan mengelola mood masih tergolong rendah di kalangan mahasiswa. Banyak yang menganggap perubahan mood sebagai hal “biasa” dan memilih untuk menahannya sendiri. Padahal, perubahan suasana hati yang drastis dan berlangsung lama bisa menjadi indikator awal gangguan psikologis seperti depresi atau anxiety disorder. Sebagian kampus memang telah menyediakan layanan konseling, namun belum semua mahasiswa merasa nyaman untuk mengakses layanan tersebut. Hambatan umum yang muncul adalah rasa malu, stigma negatif, serta kurangnya informasi mengenai akses layanan tersebut.
5. Pendekatan Solutif: Dari Intervensi Pribadi hingga Sistemik
Menjaga stabilitas mood bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, namun juga institusi pendidikan. Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan: - Individu: Meningkatkan literasi emosional, manajemen waktu, pola hidup sehat, serta membangun kebiasaan refleksi dan self-care. - Sosial: Membangun support system melalui komunitas, teman sebaya, dan mentoring. - Institusional: Menyediakan layanan konseling yang mudah diakses, pelatihan mental health awareness, serta membangun budaya akademik yang inklusif dan manusiawi.
Penutup
Mood mahasiswa adalah refleksi dari dunia yang mereka hadapi setiap hari penuh tekanan, harapan, sekaligus potensi. Mengabaikan aspek ini berarti mengabaikan elemen penting dalam pengembangan kualitas hidup dan prestasi mahasiswa. Oleh
karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih empatik dan sistemik untuk menciptakan lingkungan kampus yang mendukung keseimbangan emosional. Mahasiswa yang sehat secara emosional bukan hanya lebih
0 Komentar